TEMPO.CO , Jakarta:Menyusuri
kota-kota kecil di daerah bisa menjadi pilihan pejalanan yang menarik.
Kecilnya kota memungkinkan seseorang menyusuri kota hanya dengan
berjalan kaki. Atau, cara lainnya memanfaatkan angkutan kota seperti
bendi. Dengan begitu kita bisa menikmati denyut aktifitas kota kecil
yang tenang seperti Kota Pariaman, Sumatera Barat.
Daya tarik kota kecil di pesisir barat Sumatera ini adalah pantai indah dan sebagian besar sepi dari aktivitas. Kota seluas 73,36 km persegi ini juga dikenal akan budaya uniknya dan sejarah hebatnya.
Pada abad ke-16 Kerajaan Aceh berkuasa di pantai barat Sumatera. Pariaman menjadi kota perdagangan yang maju. Pariaman sering disinggahi kapal-kapal dagang asing seperti Tiongkok, Inggris, Spanyol, dan Belanda.
Kota ini kemudian menjadi rebutan antar bangsa yang berakhir dengan kemenangan VOC pada 1670-an. Saat itu Pariaman menjadi kota penting sebelum Kota Padang ditaklukkan dan dibangun Belanda. Namun pembangunan Pelabuhan Teluk Bayur di Padang membuat Pariaman mundur.
Sejak awal abad ke-20 Kota ini tak lagi disinggahi kapal dagang karena tidak memiliki pelabuhan yang memadai. Pelabuhan dan perdagangan hanya tinggal kenangan. Stasiun kereta api Pariaman dan sejumlah bangunan sekitarnya jadi peninggalan Kolonial Belanda yang tersisa.
Parimana menjadi tempat penyebaran agama Islam pertama di Sumatera Barat. Syekh Burhanuddin menyebarkan agama Islam di Minangkabau pada abad ke-17. Ia meninggal pada 20 Juni 1704.
Setiap 15 Syafar, hari wafatnya Syekh Burhanuddin, ribuan penganutnya dari berbagai daerah di Sumatra Barat dan provinsi tetangga berdatangan ke makannya di Pariaman. Mereka memulai ziarah beramai-ramai dari 10 Syafar hingga 15 Syafar dan berzikir, salawat, dan salat hampir 24 jam. Saat bersyafar, Ulakan, kampung kecil di pinggir pantai pariaman menjadi ramai siang-malam. Suasana religius sangat terasa di sana.
Acara lain yang membuat pariaman mendadak ramai adalah Pesta Tabuik, perayaan Asyura pada 10 Muharam yang diperingati setiap tahun sejak 1831. Meski penduduk Pariaman tidak memeluk Islam aliran Syiah, tetapi acara ini merupakan peringatan kematian pahlawan Syiah, Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW. Puluhan orang akan memadati pariaman melihat Tabuik dibuang ke laut.
Di hari biasa, pariaman kembali sepi. Inilah saat yang tepat untuk menyusurinya. Pariaman memiliki pantai yang indah dan rindang oleh pepohonan. Kita bisa menyusuri pantai sepanjang 1.500 meter dari Pantai Gandoriah menuju arah selatan ke Pantai Cermin.
Pantai Gandoriah adalah tempat favorit warga. Selain menikmati pantai, di tempat ini juga banyak jajanan enak. Ada banya warung penjual nasi sek. Nasi sek ini makanan khas di Pantai Gandoriah. Dulunya harganya sebungklus seratus rupiah, karena itu disebut nasi "seratus kenyang".
Penyajiannya unik. Sekepal nasi panas dibungkus daun pisang dan lauknya sala (peyek) ikan atau sala cumi, anyang sayuran (urap dengan campuran rebusan kacang panjang, daun singkong, daun pepaya) dan sambal cabe dan tomat.
Banyak penjual pula sala dan rakik atau peyek ikan hingga cumi. Aneka santapan khas ini bisa dinikmati sambil lesehan di bawah pohon cemara rindang dan semilir angin laut.
Bila ingin pantai yang lebih sepi masih banyak pantai lainnya, seperti pantai Kata dan Pantai Cermin. Pohonnya rindang serta berpasir putih.
Selain pantai, kita bisa berkeliling Kota Pariaman naik bendi atau delman. Selain menyaksikan sudut-surdut kota bisa berburu kuliner enak seperti Sate Pariaman dan gulai ikan karang. Banyak tempat yang menjualnya.
No comments:
Post a Comment