Meski sudah
terjadi beberapa tahun yang lalu, fenomena hujan berwarna merah kembali
ramai dibicarakan. Di India, para penduduk lokal daerah Kerala
menemukan baju-baju yang dijemur berubah warna menjadi merah seperti
darah. Mereka melaporkan adanya bunyi ledakan dan cahaya terang yang
mendahului turunnya hujan yang dipercaya sebagai ledakan meteor.
Contoh air hujan tersebut segera dibawa untuk diteliti oleh ilmuwan independen, Godfrey Louis dan Santosh Kumara dari Universitas Mahatma Gandhi. Pertama kali mereka mengira bahwa partikel merah di dalam air adalah partikel pasir yang terbawa dari gurun Arab. Di Universitas Sheffield, Inggris, seorang ahli mikrobiologis bernama Milton Wainwright mengkonfirmasi bahwa unsur merah tersebut adalah sel hidup. Hal ini dinyatakan karena Wainwright berhasil menemukan adanya DNA dari unsur sel tersebut walaupun ia belum berhasil mengekstraknya.
Contoh air hujan tersebut segera dibawa untuk diteliti oleh ilmuwan independen, Godfrey Louis dan Santosh Kumara dari Universitas Mahatma Gandhi. Pertama kali mereka mengira bahwa partikel merah di dalam air adalah partikel pasir yang terbawa dari gurun Arab. Di Universitas Sheffield, Inggris, seorang ahli mikrobiologis bernama Milton Wainwright mengkonfirmasi bahwa unsur merah tersebut adalah sel hidup. Hal ini dinyatakan karena Wainwright berhasil menemukan adanya DNA dari unsur sel tersebut walaupun ia belum berhasil mengekstraknya.
Sedangkan
hujan hewan terjadi pada Juni 2009 di Jepang. Hewan ini memiliki
panjang dengan diameter 5 cm berbentuk seperti ikan dan kodok, sejauh
ini tidak ada yang dapat menjelaskan kenapa hal ini bisa terjadi.
Beberapa orang menyebutkan ini merupakan fenomena langka yang pernah
terjadi yang diakibatkan perubahan cuaca yang tidak menentu di negara
sakura ini. Bagian meteorologi Jepang juga tidak dapat menjelaskan apa
penyebab terjadinya hal tersebut. (Sumber: Athepostrad)
Beberapa
orang yang seperti menuhankan ilmu pengetahuan menyebutnya sebagai
fenomena alam. Saya tidak menolak adanya proses alam, karena hal itu
sesuatu yang natural dan sudah menjadi ketetapan-Nya. Istilah agama
menyebutnya sunatullah. Tapi terkadang, kita melupakan sumber segala
sebab musabab dan sumber segala sesuatu, yakni Tuhan semesta alam. Apa
yang hendak ditampakkan adalah Kekuasaan-Nya yang maha dan tunggal. Agar
kita, manusia, tidak lagi sombong dengan menuhankan segala ilmu
pengetahuan alam dan melupakan adanya Pencipta alam.
Alquran
dan Injil mengisahkan tentang kesombongan Firaun dan kaumnya. Jika
diberi kebaikan dan kemakmuran dari Tuhan, mereka berkata, “Inilah usaha
kami.” Manusia zaman sekarang juga ada yang seperti ini, ketika sukses
mereka berkata, “Ya, karena usaha saya, saya ini berhasil.” Jika ditimpa
kesusahan, kaum Firaun melemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
pengikutnya. (QS. 7: 131)
Seolah menantang dan keras kepala, pengikut Firaun berkata, “Bagaimanapun
kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan
keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.”
(QS. 7: 132). Firaun dan pengikutnya yang masih ada hingga sekarang ini
meledek bahwa bukti kekuasaan Tuhan yang disampaikan melalui Musa
(Moses) dan Harun (Aaron) as. itu sebagai sihir. “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan (thûfân),
belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka
tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” (QS. 7: 133)
Jadi,
apa yang terjadi di zaman sekarang bukanlah sesuatu fenomena baru dan
menganehkan. Zaman dahulu, sebagai bukti bagi orang yang ingkar kepada
Tuhan, Allah sudah tampakkan kuasa-Nya. Hanya orang-orang yang sadar dan
berpikir yang dapat mengambil pelajaran. Wallahualam.